Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendiktisaintek) resmi merilis Klasterisasi Perguruan Tinggi 2026, sebuah kebijakan yang—mengutip Good News From Indonesia—“bukan peringkat, tetapi panduan kinerja kampus yang mengacu pada kontribusi riset dan pengabdian masyarakat.”
Peluncuran ini turut dikonfirmasi melalui unggahan Instagram resmi Kemendiktisaintek, yang menegaskan bahwa klasterisasi dibuat untuk memetakan kapasitas riset, bukan menciptakan kompetisi antarperguruan tinggi.
Sementara itu, DetikEdu melaporkan bahwa kebijakan ini mengacu pada Keputusan Direktur PPM Nomor 0968/C3/DT.05.00/2025, dengan seluruh datanya bersumber dari SINTA periode 2022–2024.
Dengan pendekatan baru ini, klasterisasi hadir sebagai alat evaluasi kinerja dan perencanaan pengembangan kampus, bukan sekadar pengelompokan berbasis ranking.
Pembagian Klaster Perguruan Tinggi 2026
Sebagaimana dijelaskan DetikEdu, klasterisasi tahun 2026 membagi seluruh perguruan tinggi ke dalam lima kelompok berbeda yang ditentukan berdasarkan performa riset, publikasi, dan kontribusi pengabdian masyarakat dalam tiga tahun terakhir.
Kelima klaster tersebut meliputi:
1. Klaster Mandiri
Kampus dengan kemampuan riset paling tinggi, produktivitas publikasi internasional yang kuat, dan kolaborasi global yang stabil.
2. Klaster Utama
Perguruan tinggi dengan kualitas penelitian yang kuat dan kontribusi besar pada publikasi nasional serta kegiatan pengabdian.
3. Klaster Madya
Institusi dengan aktivitas penelitian yang cukup berkembang dan potensi peningkatan signifikan.
4. Klaster Pratama
Kampus yang sedang membangun kapasitas riset dan pengabdian secara bertahap.
5. Klaster Binaan (Pra-Kualifikasi)
Kategori untuk perguruan tinggi yang membutuhkan pembinaan lebih intensif, terutama pada aspek publikasi dan pendataan riset.
Masing-masing klaster bukan menunjukkan tingkatan kualitas terbaik ke terburuk, melainkan memberikan gambaran tingkat kesiapan dan kapasitas riset setiap kampus.
Indikator yang Digunakan dalam Klasterisasi
Menurut laporan DetikEdu dan unggahan Instagram Kemendiktisaintek, klasterisasi perguruan tinggi menggunakan berbagai indikator berbasis data yang mencerminkan produktivitas dan kontribusi akademik kampus dalam tiga tahun terakhir.
Indikator tersebut meliputi:
- Jumlah dan kualitas publikasi ilmiah
- Sitasi dan kolaborasi penulisan
- Hibah penelitian yang diterima
- Aktivitas pengabdian kepada masyarakat
- Kekayaan intelektual (paten, desain industri, dll.)
- Buku ber-ISBN dan karya ilmiah lainnya
- Kolaborasi riset nasional maupun internasional
Seluruh data tersebut diambil dari SINTA dan harus terlebih dahulu diverifikasi oleh LPPM masing-masing kampus sebelum diproses di tingkat pusat. Hal ini memastikan klasterisasi berjalan dengan data yang akurat dan valid.
Mengapa Klasterisasi Tidak Disebut Peringkat?
Good News From Indonesia menekankan bahwa klasterisasi perguruan tinggi tidak dimaksudkan sebagai peringkat atau kompetisi antar kampus. Sebaliknya, klasterisasi berfungsi sebagai mekanisme pemetaan objektif untuk melihat:
- sejauh mana kualitas penelitian kampus berkembang,
- area mana yang masih perlu diperbaiki, dan
- bagaimana institusi dapat memperkuat kontribusinya di masa mendatang.
Unggahan Instagram Kemendiktisaintek menambahkan bahwa klasterisasi dirancang untuk mendorong kolaborasi, bukan untuk memperbandingkan. Kampus dari berbagai klaster tetap dapat bekerja sama dan tumbuh bersama dalam ekosistem riset nasional.
Dampak Klasterisasi bagi Perguruan Tinggi
Berdasarkan rangkuman dari GNFI, DetikEdu, dan Kemendiktisaintek, klasterisasi perguruan tinggi 2026 memberikan sejumlah dampak positif yang dapat dirasakan kampus, antara lain:
1. Memetakan Kekuatan dan Kelemahan
Kampus dapat melihat indikator mana yang sudah kuat dan mana yang perlu ditingkatkan.
2. Menjadi Dasar Penyusunan Roadmap Riset
LPPM dapat menyusun perencanaan jangka pendek maupun jangka panjang berdasarkan posisi klaster.
3. Meningkatkan Tata Kelola Data Riset
Karena semua indikator bersumber dari data SINTA, kampus terdorong untuk memperbaiki proses pendataan riset.
4. Memperluas Peluang Kolaborasi
Kampus dapat bermitra dengan institusi dari klaster berbeda untuk memperkuat publikasi dan pengabdian.
5. Mendorong Peningkatan Kinerja Dosen
Dosen memiliki indikator kinerja yang lebih jelas dan terukur, baik dalam publikasi maupun riset.
Apa yang Harus Disiapkan Kampus?
Mengutip panduan yang disampaikan GNFI dan DetikEdu, perguruan tinggi dapat memanfaatkan hasil klasterisasi dengan langkah-langkah berikut:
- Melakukan audit data riset periode 2022–2024
- Memperkuat kapasitas LPPM dan pendampingan riset
- Meningkatkan publikasi ilmiah bereputasi
- Mengoptimalkan sistem digital manajemen riset
- Mendorong kolaborasi riset dan pengabdian
- Mengaktifkan pendampingan HKI untuk dosen
- Menyusun roadmap peningkatan kinerja berdasarkan posisi klaster
Langkah-langkah ini membantu perguruan tinggi bukan hanya mempertahankan posisi, tetapi juga meningkatkan kualitas dan kapasitas riset di tahun berikutnya.
Penutup
Dari berbagai sumber seperti Good News From Indonesia, DetikEdu, dan Instagram Kemendiktisaintek, dapat disimpulkan bahwa Klaster Perguruan Tinggi 2026 hadir sebagai alat strategis untuk memperkuat kualitas riset nasional. Klasterisasi membantu perguruan tinggi memahami posisinya, menyusun strategi pengembangan, dan melakukan perbaikan berkelanjutan. Dengan fokus pada data objektif dan kolaborasi, kebijakan ini menjadi fondasi penting bagi ekosistem pendidikan tinggi yang lebih maju dan berdaya saing.
Sumber Referensi:
- Good News From Indonesia
- DetikEdu
- Instagram Kemendiktisaintek