Pemerintah melalui Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi resmi menerbitkan Peraturan Menteri Nomor 39 Tahun 2025 tentang Penjaminan Mutu Pendidikan Tinggi. Aturan ini menggantikan Permendikbudristek Nomor 53 Tahun 2023 yang dianggap sudah tidak relevan dengan perkembangan kebutuhan pendidikan tinggi saat ini
Regulasi baru ini hadir untuk memperkuat kualitas penyelenggaraan perguruan tinggi agar selaras dengan standar internasional sekaligus mendorong kampus di Indonesia lebih adaptif menghadapi perubahan zaman.
Apa Itu Penjaminan Mutu Pendidikan Tinggi?
Secara sederhana, penjaminan mutu pendidikan tinggi adalah kegiatan sistematis yang dilakukan secara berencana dan berkelanjutan untuk meningkatkan mutu perguruan tinggi. Mutu ini mencakup tiga pilar utama Tridharma Perguruan Tinggi:
- Pendidikan
- Penelitian
- Pengabdian kepada masyarakat
Dalam peraturan ini, mutu dijaga melalui Sistem Penjaminan Mutu Internal (SPMI) yang dilakukan oleh perguruan tinggi secara mandiri, serta Sistem Penjaminan Mutu Eksternal (SPME) yang dilakukan melalui mekanisme akreditasi oleh BAN-PT maupun LAM.
Tujuan Penetapan Aturan Baru
Ada empat tujuan besar yang ingin dicapai melalui penerapan Standar Nasional Pendidikan Tinggi (SN Dikti):
- Memberikan kerangka penyelenggaraan pendidikan tinggi yang strategis untuk mencerdaskan bangsa.
- Menjamin pendidikan tinggi berjalan inklusif, efektif, dan adaptif terhadap perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
- Menghasilkan sumber daya manusia unggul.
- Mendorong perguruan tinggi untuk terus meningkatkan mutu melampaui SN Dikti.
Pokok-Pokok Pengaturan dalam Permendiktisaintek 39/2025
Beberapa poin penting dari aturan ini antara lain:
Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan Tinggi (SPM Dikti)
Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan Tinggi (SPM Dikti) merupakan rangkaian unsur dan proses terkait mutu pendidikan tinggi yang tersusun secara teratur. Penjaminan mutu dilakukan melalui penetapan, pelaksanaan, evaluasi, pengendalian, dan peningkatan standar pendidikan tinggi. SPM Dikti terdiri dari dua komponen utama:
Sistem Penjaminan Mutu Internal (SPMI) Wajib dilaksanakan secara otonom oleh setiap perguruan tinggi. Implementasi SPMI dilakukan melalui siklus yang terdiri dari penetapan standar, pelaksanaan, evaluasi, pengendalian, dan peningkatan standar pendidikan tinggi.
Sistem Penjaminan Mutu Eksternal (SPME) Dilakukan melalui Akreditasi.
Standar Pendidikan Tinggi
Standar dibagi menjadi tiga kelompok utama:
- Standar pendidikan (kompetensi lulusan, proses, isi, pengelolaan, dosen & tenaga kependidikan, sarana prasarana, pembiayaan).
- Standar penelitian (luaran, proses, dan masukan).
- Standar pengabdian masyarakat (luaran, proses, dan masukan).
Fleksibilitas Proses Pembelajaran
Perguruan tinggi diberikan keleluasaan untuk menyelenggarakan pembelajaran tatap muka, daring, atau kombinasi keduanya. Bahkan mahasiswa dapat mengambil pembelajaran lintas prodi, lintas kampus, hingga melalui rekognisi pembelajaran lampau.
Peraturan ini menekankan fleksibilitas dalam proses pendidikan dan penetapan beban belajar:
- Definisi Beban Belajar: Beban belajar 1 (satu) Satuan Kredit Semester (SKS) setara dengan 45 (empat puluh lima) jam per semester.Proses Pembelajaran: Pelaksanaan pembelajaran harus menciptakan suasana belajar yang menyenangkan, inklusif, kolaboratif, kreatif, dan efektif.
Fleksibilitas Pendidikan
Fleksibilitas diberikan dalam bentuk proses pembelajaran yang dapat diselenggarakan secara tatap muka, jarak jauh (termasuk daring), atau kombinasi keduanya. Selain itu, mahasiswa diberikan keleluasaan untuk menyelesaikan pendidikan melalui rekognisi pembelajaran lampau (RPL).
Tugas Akhir Sarjana: Program sarjana atau sarjana terapan harus memastikan ketercapaian kompetensi lulusan melalui pemberian tugas akhir yang dapat berbentuk skripsi, prototipe, proyek, atau bentuk tugas akhir lainnya yang sejenis.
Standar Kelulusan: Mahasiswa program Diploma dan program Sarjana/Sarjana Terapan dinyatakan lulus jika telah menempuh seluruh beban belajar dan memiliki Indeks Prestasi Kumulatif (IPK) lebih besar atau sama dengan 2,0 (dua koma nol). Sementara itu, mahasiswa program Profesi, Magister, Spesialis, dan Doktor dinyatakan lulus jika memiliki IPK lebih besar atau sama dengan 3,0 (tiga koma nol).
3. Standar Penelitian dan Pengabdian
Standar Penelitian dan Standar Pengabdian kepada Masyarakat wajib mendukung pelaksanaan misi dan pencapaian visi serta target dampak perguruan tinggi. Dalam hal penyebarluasan luaran hasil penelitian dan pengabdian kepada masyarakat, terutama yang dibiayai oleh Pemerintah, perguruan tinggi harus memaksimalkan penggunaan atau mengadopsi lisensi terbuka dan/atau mekanisme lain yang dapat diakses oleh masyarakat.
Pelaksanaan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat dapat dilakukan oleh dosen, dosen bersama mahasiswa, dan/atau mahasiswa dengan bimbingan dosen.
4. Kerangka Akreditasi dan Lembaga Akreditasi
Akreditasi dilakukan oleh dua lembaga: Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi (BAN-PT) untuk perguruan tinggi dan Lembaga Akreditasi Mandiri (LAM) untuk program studi. LAM dibentuk berdasarkan rumpun ilmu dan/atau cabang ilmu dan harus berbentuk badan hukum yang bersifat nirlaba.
Status Akreditasi yang ditetapkan terdiri dari:
- Terakreditasi: Menunjukkan pemenuhan SN Dikti.
- Terakreditasi Unggul: Menunjukkan bahwa perguruan tinggi atau program studi telah melampaui SN Dikti.
- Tidak Terakreditasi: Menunjukkan tidak terpenuhinya atau berada di bawah SN Dikti.
Ketentuan Akreditasi Baru
- Program studi atau perguruan tinggi yang baru mendapatkan izin akan memperoleh status Terakreditasi Pertama.
- Institusi/program studi dengan status Terakreditasi Pertama wajib mengajukan permohonan Akreditasi reguler paling lambat 2 (dua) tahun setelah beroperasi.
- Apabila BAN-PT atau LAM menetapkan status Tidak Terakreditasi, Menteri akan mencabut izin pendirian perguruan tinggi dan/atau izin program studi.
Instrumen Akreditasi disusun dengan mengutamakan kriteria pada standar luaran (output).
5. Ketentuan Peralihan
Terdapat masa transisi bagi implementasi peraturan ini:
- Masa Penyesuaian: Pengelolaan dan penyelenggaraan perguruan tinggi wajib menyesuaikan dengan Peraturan Menteri ini paling lama 2 (dua) tahun sejak diundangkan.
- Peringkat Akreditasi Lama: Peringkat Akreditasi yang telah diperoleh sebelum peraturan ini (seperti A, B, C, Unggul, Baik Sekali, dan Baik) tetap berlaku hingga masa berlaku status Akreditasi tersebut selesai.
- Institusi Belum Terakreditasi: Perguruan tinggi dan/atau program studi yang tidak terakreditasi atau belum mengajukan permohonan Akreditasi wajib mengajukan permohonan sesuai peraturan ini paling lambat 1 (satu) tahun sejak diundangkan, atau izin penyelenggaraannya dapat dicabut oleh Menteri.
- Pencabutan Peraturan Lama: Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nomor 53 Tahun 2023 dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Dampak Bagi Perguruan Tinggi
Dengan adanya peraturan ini, perguruan tinggi diharapkan:
- Lebih jelas dalam menyusun kurikulum sesuai capaian pembelajaran lulusan.
- Lebih transparan dalam pengelolaan akademik maupun non-akademik.
- Meningkatkan layanan kepada mahasiswa, termasuk akses teknologi, kesehatan, bimbingan, hingga kebutuhan mahasiswa berkebutuhan khusus.
- Memperkuat budaya mutu internal sehingga tidak hanya berorientasi pada akreditasi, tetapi juga pada keberlanjutan kualitas.
Kesimpulan
Permendiktisaintek Nomor 39 Tahun 2025 menjadi tonggak penting dalam upaya meningkatkan mutu perguruan tinggi di Indonesia. Dengan standar baru yang lebih adaptif dan sistem penjaminan mutu yang menyeluruh, diharapkan kampus mampu menghasilkan lulusan yang unggul, relevan dengan kebutuhan dunia kerja, sekaligus berdaya saing global.